Kumpulan Berita Media Online IKOHI Sumut 2012

Keluarga korban Tragedi 1965 mengadu pada Tuhan

“Ya Tuhan kami Yang Maha Benar. Kami membutuhkan pengungkapan kebenaran.”

Penggalan kalimat ini adalah bagian surat Pengaduan kepada Sang Khalik (Tuhan Yang Maha Esa) yang dibuat Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Sumut dan dibagikan saat berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Medan, Senin (14/5). Saat itu, belasan anggota IKOHI  menuntut pengungkapan Tragedi 1965 secara transparan.

“Surat ini dibuat karena kami tidak tahu lagi kepada siapa kami mengadu. Yang terjadi pada 1965 adalah pelanggaran HAM berat. Ini harus diungkap secara transparan, setelah diungkap baru minta maaf,” kata Suwardi, Ketua IKOHI Sumut, kepada merdeka.com di sela-sela demo.

Dalam unjuk rasa ini, anggota keluarga yang mengalami langsung penderitaan pasca-1965 membeberkan sejumlah cerita. Wina (52), salah satunya. Kata dia, ayahnya HM Arifin Sitompul hilang dari tahanan di Pematang Siantar pada 28 April 1966.

Wina bercerita, kakaknya yang ingin mengantar makanan tidak mendapati ayahnya yang dituduh sebagai anggota PKI di tahanan. Si kakak hanya mendapat titipan sajadah dan kacamata.

Bukan cuma itu, ibunya S boru Pane juga ditahan selama 13 tahun. “Saya tidak ditahan, tapi saya sejak usia 5 tahun  tinggal di tahanan di Kodam  jika tidak ada yang menampung, karena ibu saya ditahan di sana dengan tuduhan sebagai Gerwani,” cerita perempuan berjilbab ini sambil memegang poster.

Wina dan keluarga korban Tragedi 1965 mengeluhkan diskriminasi yang dirasakan setelah kejadian itu. Penderitaan yang  mereka rasakan di lingkungan dan birokrasi bahkan masih terasa hingga sekarang.

“Kami berharap sejarah 1965/1966 diungkap sebenar-benarnya dan dipublikasikan secara luas. Saya juga warga negara Indonesia, kami bukan cuma anak korban, tapi kami korban,” ucap Wina.

http://www.merdeka.com/peristiwa/keluarga-korban-tragedi-1965-mengadu-pada-tuhan.html

IKOHI Sumut Beberkan Fakta Represifitas Aparat Dalam Penanganan Unjuk Rasa di Medan

Medan, Seruu.com – Dalam pengamanan para pengunjukrasa menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dari 12/3/2012 hingga 31/3/2012 di beberapa titik di Kota Medan dimana telah terdata ada sekitar 72 pengunjukrasa mendapat penyiksaan dan sekitar 9 pengunjukrasa lainnya terkena tembakan peluru aparat keamanan dalan hal ini pihak kepolisian, Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) meminta pada Kapolda Sumut, Irjen Pol Drs Wisjnu A Sastro meminta maaf kepada seluruh korban kekerasan.

Ketua IKOHI Hadi dalam konferensi Pers di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan di Jalan Hindu menegaskan bahwa sikap pengamanan para kepolisian terhadap pengunjukrasa menolak kenaikan BBM terlalu represif. “dari hasil investigasi yang dilakukan oleh kawan-kawan, dalam hal ini, Front Perjuangan Rakyat Sumatera Utara, kita melihat memang ada tindakan represif  yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap pengunjukrasa,” tegasnya, Rabu (4/4/2012).

Selain tindakan repersif yang dilakukan pihak keamanan terhadap para pengunjukrasa, lanjutnya, mereka dalam hasil investigasi menemukan beberapa selongsong peluru tajam di beberapa titik konsentrasi aksi para pengunjukrasa. “Dalam hal ini memang kita investigasikan ada kawan-kawan korban yang menjadi luka penyiksaan dan ada luka tembak karena dilapangan sendiri, kita juga menemukan ada selongsong peluru tajam dibeberapa titik,” tegasnya kembali.

Menurutnya kembali, akibat sikap arogansi yang ditampilkan para pengamanan pengunjukrasa mengakibatkan banyaknya pengunjukrasa yang terkena tembak dan mendapat penyiksaan..

Hadi menilai, seharusnya Kapoldasu meminta maaf kepada para pengunjukrasa dan memberikan pengobatan gratis terhadap luka-luka yang mereka dapatkan.

Jadi, untuk itu, kami meminta kepada pihak kepolisian dalam hal ini Kapolda sumut agar segera meminta maaf kepada para korban, apakah itu korban penyiksaan atau korban yang mengalami luka tembak. Dan kawan-kawan korban yang mengalami luka tembak itu, pihak kepolisian wajib memberikan pengobatan dibidang medisnya,” tutupnya. [ms]

Kamis, 5 April 2012 – 13:56 · Topik: demo-tolak-kenaikan-bbm

http://www.seruu.com/utama/politik/artikel/ikohi-sumut-beberkan-fakta-represifitas-aparat-dalam-penanganan-unjuk-rasa-di-medan

 

IKOHI Sumut Tuntut Ungkap Kasus 1966

Medan, suarausu-online.com — Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Sumatera Utara (Sumut) mengadakan aksi damai menuntut pengungkapan kejahatan manusia yang terjadi pada tahun 1966 oleh pemerintahan orde baru di Kantor Gubernur Sumut, Senin (14/5). Hal ini dilakukan karena terkait dengan permintaan maaf Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terhadap keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang pernah terjadi di Indonesia.

Astaman Hasibuan, sekretaris IKOHI Sumut, mengatakan permintaan maaf SBY tidak menghasilkan apapun buat para korban. “SBY harus mengungkapkan kejadian yang sebenarnya terjadi. Kalau sejarah itu tidak diluruskan maka tidak akan mengubah apapun,” katanya.

Menurut selebaran yang dibagikan, diperkirakan 500 ribu sampai tiga juta jiwa dibunuh dan 20 juta orang yang masih hidup mendapat cap buruk serta diskriminasi oleh pemerintah dan masyarakat karena dituduh komunis.

“Para korban tidak bisa menjadi pegawai negeri, dan susah cari kerja. Di kartu penduduk dituliskan ekstapol,” kata Deli Tua (65), salah seorang anggota IKOHI Sumut.

Astaman menjelaskan sampai saat ini, setelah 46 tahun, kejadian tersebut pemerintah tak pernah serius untuk mengungkapkan kejadian yang sebenarnya. Ia juga menambahkan pemerintah orde baru menyelewengkan fakta yang terjadi.

Aksi damai yang didukung oleh aktivis mahasiswa Sumut, elemen buruh dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Medan ini berlangsung selama dua jam. Mereka juga mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mengungkap kejadian ini.

Orde baru merupakan masa kepemimpinan Presiden RI Soeharto selama 32 tahun. Pada periodenya, diduga terjadi pembantaian massal dan penangkapan terhadap orang yang dicap komunis di tahun 1965-1966.

Oleh M Januar Rabu, 16 Mei 2012 19:56

http://www.suarausu-online.com/nw/index.php?option=com_content&view=article&id=1205

 

 

 

IKOHI Sumut Tuding Rencana Permintaan Maaf SBY Tidak Tulus

“Permintaan Maaf Presiden SBY Tanpa Pengungkapan Kebenaran adalah Pembohongan”. (Suwardi – Ikohi Sumut)

MEDAN-Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Sumatera Utara yang berangotakan korban pelanggaran HAM di Sumatera Utara menghargai adanya upaya permohonan maaf pemerintah terhadap korban pelanggaran HAM masa lalu.

Seperti dilansir beberapa media, bahwa melalui salah seorang Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres), Albert Hasibuan, di Gedung Watimpres, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2012) lalu, Presiden akan meminta maaf kepada para korban diantaranya korban tragedi 65, Kasus Tanjung Priok, Perisitiswa 98, termasuk kasus Semanggi I dan Semanggi II.

Ikohi Sumut menilai kalau rencana permohonan maaf tersebut bagian dari upaya Presiden SBY untuk mengembalikan citranya setelah “babak belur” diterpa beberapa persoalan yang erat kaitannya dengan dirinya. Hal ini disampaikan Ikohi Sumut kepada pers melalui rilisnya, Senin (01/05/2012).

Ikohi Sumut juga menyebut bahwa paling tidak ada beberapa hal yang perlu dicermati terkait rencana tersebut. Sehingga para korban dapat memastikan agar negara tidak melakukan pengulangan terhadap peristiwa pelanggaran HAM pada masa yang akan datang dan memastikan pelaku diadili.

Pertama sebut Ikohi Sumut, jika Presiden akan meminta maaf kepada korban, harusnya Negara menjelaskan terlebih dahulu dan melakukan pengungkapan kebenaran terhadap peristiwa pelanggaran ham yang terjadi. Sehingga permintaan maaf yang akan dilakukan jelas permintaan maaf atas apa.

“Dengan kata lain, tidak mungkin adanya permintaan maaf tanpa adanya pengungkapan kebenaran terlebih dahulu. Setidaknya Komnas HAM yang sudah menggunakan uang negara harus berani membuka hasil penyelidikan yang sudah dilakukannya. Ini juga terkait janji Komnas HAM kepada korban peristiwa 65’ yang menjanjikan akan membuka hasil penyelidikan yang dilakukan terhadap para korban,”sebut Ikohi Sumut dalam rilisnya yang ditandatangani Ketua Ikohi Sumut, Suwardi, SH dan Sekretaris Ikohi Sumut, Astaman Hasibuan.

Kedua, Ikohi Sumut berpendapat bahwa aspek keadilan juga harus menjadi hal yang tidak dapat terpisahkan dari rangkaian tersebut. Aspek keadilan tersebut berupa dipastikannya bahwa para pelaku harus diseret ke pangadilan, pemberian hak korban seperti hak rehabilitasi, kompensasi.

“Jika tidak, permintaan maaf Presiden SBY hanya akan menjadi pembohongan dan pengkaburan penegakan ham di Indonesia,” tutupnya dalam rilis tersebut. (SAM)

http://rajawalinews.com/6329/ikohi-sumut-tuding-rencana-permintaan-maaf-sby-tidak-tulus/

 

Komnas HAM kecewakan Ikohi Sumut

MEDAN – Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi) Sumut menyatakan kecewaan pada Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM).

Janji Komnas HAM untuk melakukan sidang paripurna, terkait penyelidikian peristiwa tahun 65, pada tanggal 8 Mei lalu tak terlaksana.

Ketua Ikohi Sumut, Suwardi, mengatakan, setidaknya Komnas HAM telah empat kali berjanji kepada korban, dan semuanya diingkari. “Sikap yang diperlihatkan Komnas HAM, membuat korban semakin tidak mendapat kejelasan dan kepastian proses pro yustisia yang dilakukan oleh Komnas HAM sejak tahun 2008,” kata Suwardi, dalam siaran persnya, Jumat (11/5)

Ikohi justru menuding Komnas HAM dibentuk sebagai upaya untuk “mengkanalkan” kasus-kasus HAM agar tidak langsung mengarah kepada Presiden.

Tudingan itu berdasar pada dugaan kuat keterlibatan militer, baik langsung ataupun tidak langsung, pada tragedi pembunuhan massal tahun 1965-1966.

Sekretaris Ikohi, Astaman Hasibuan, menambahkan, dalam rapat Ikohi Sumut yang dilakukan pada 9 Mei 2012 di Sekretariat Ikohi Sumut, Jalan Brigjend Katamso Medan, para korban persitiwa tragedi kemanusiaan 65 menyatakan ada indikasi Orde Baru masih kuat di bawah kepemimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Sepertinya Presiden SBY sengaja membiarkan, agar para korban yang sudah tua meninggal dunia tanpa kejelasan dan pengungkapan kebenaran. Namun sekarang anak dan keluarga korban sudah tahu tentang sejarah, sehingga jika ini terus dibiarkan akan menjadi beban moral bangsa dan generasi penerus,” tutur Astaman.

“Kami berharap Presiden jujur, sehingga para korban 65 bisa tenang menjalani sisa hidupnya,” tutur Astaman.

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=245939:komnas-ham-kecewakan-ikohi-sumut&catid=14:medan&Itemid=27

 

Ikohi : Ungkap Pembantaian Massal 1966 di Sumut

Senin, 14 Mei 2012 15:23 WIB

Laporan Wartawan Tribun Medan / Arifin Al Alamudi

TRIBUNNEWS.COM MEDAN, – Diperkirakan sekitar 500 ribu sampai 3 juta orang di Sumatera Utara dibunuh oleh pemerintahan orde baru pada tahun 1965 sampai 1966. Namun hingga saat ini fakta ini ditutup-tutupi dan pelakunya tak pernah diadili.

Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) Sumatera Utara mendesak agar pemerintah berani mengungkap tragedi pembantaian massal tahun 1965/1966. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Ikohi Sumut Suwardi saat melakukan demonstrasi di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Jl Diponegoro, Medan, Senin (14/5/2012).

“Kekuasaan telah menggelapkan mata penguasa pada saat itu untuk merampas nyawa orang lain. Tindakan ini jelas sebagai pengkhianatan terhadap kemanusiaan,” ujar Suwardi.

Ia melakukan demonstrasi bersama puluhan keluarga korban pembantaian 1965/1966. “Mereka ini keluarga korban pembantaian. Ada dari Labuhan Batu, Humbang Hasundutan dan daerah lainnya,” ujar Suwardi.

Selain peembantaian, keluarga korban pembantaian juga mendapat tindakan diskriminatif dari pemerintah sampai sekarang. Buktinya sejak beberapa tahun terakhir Ikohi Sumut menerima laporan diskriminasi masih dialami keturunan korban penculikan dan pelanggaran HAM pada 1965/1966.

“Di Kabupaten Labuhan Batu Utara kami menerima laporan warga-keturunan korban 1965, ditolak mencalonkan diri sebagai kepala desa. Laporan lainnya dari Kabupaten Humbang Hasundutan, warga keturunan korban 1965, diisolir dari arisan (perkumpulan),” jelas Suwardi.

 

Ikohi: Cagubsu jangan lupakan isu HAM

Saturday, 28 April 2012 14:21

MEDAN – Meski pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sumatera Utara baru berlangsung satu tahun lagi, namun hiruk pikuk dan dinamika kandidat mulai bermunculan. Ada yang terang-terangan, ada pula yang masih malu-malu. Namun, dari sekian banyak calon, belum ada yang mengangkat isu hak azasi manusia (HAM).

Ketua Ikatan Orang Hilang Indonesia (Ikohi) Sumatera Utara, Suwardi mengatakan, sejumlah calon yang akan maju ke Sumut 1 mulai melakukan pencitraan, dengan berbagai aktivitas. Tak sedikit pula yang memberikan statemen pro rakyat.

“Saat ini, rakyat Sumut dijadikan “alamat” bagi mereka untuk mendapat tiket perebutan kekuassan. Berbagai isu menjadi alat untuk bisa mendongkrak popularitas para calon yang akan maju untuk menjadi orang nomor satu di Sumut ini. Hanya saja, dari beberapa Pemilukada di Sumatera Utara, isu hak azasi manusia (HAM) menjadi isu yang dikesampingkan,” katanya, hari ini.

Suwardi mengingatkan, bahwa perjalanan bangsa ini banyak diwarnai oleh peristiwa kejahatan HAM yang terjadi pada masa lalu. Suka atau tidak, kata dia, negara saat ini masih tidak perduli terhadap para korban dan keluarganya. “Implikasi dari peristiwa kejahatan HAM yang terjadi masa lalu dan pembiaran (ommision) yang dilakukan oleh negara, menciptakan rasa pesimis korban dan keluarga korban terhadap para pemimpin negeri ini termasuk di daerah adalah tanggung jawab kepala daerah dalam memperhatikan nasib para korban,” ujarnya.

Dia menambahkan, rencana permintaan maaf kepada para korban pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu oleh Presiden SBY, harus menjadi perhatian khusus bagi calon pemimpin, termasuk di Sumut agar juga memperhatikan nasib para korban pelanggaran HAM di daerah ini.

Menurut Suwardi, masifnya peristiwa kejahatan HAM yang terjadi di masa lalu, membuat banyaknya korban yang tersebar di seluruh daerah termasuk juga di Sumatera Utara masih memilih untuk tidak peduli kepada para calon pemimpin yang memang tidak memperdulikan mereka.

“Misalkan ribuan korban dan keluarga korban pelanggaran HAM dalam peristiwa tragedy kemanusiaan 65’, di Sumatera Utara masih belum melihat calon pemimpin yang berspektif HAM. Kecenderungan para calon yang tidak memperdulikan mereka membuat para korban semakin tidak tertarik untuk menjadi bagian dari proses pemilukada yang akan dilaksanakan pada tahun 2012,” bebernya.

Suwardi menyebutkan, dalam diskusi yang dilakukan Ikohi Sumut dengan para korban, bahwa korban masih belum melihat komitmen negara dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi, termasuk di Sumatera Utara.

http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=244053:ikohi-cagubsu-jangan-lupakan-isu-ham&catid=41:pilkada-sumut&Itemid=64

 

Jurnalis Demo, Kecam Tindakan Kasar Aparat

Minggu, 15 Apr 2012 07:10 WIB

MedanBisnis – Medan. Puluhan jurnalis media cetak dan elektronik di Medan menggelar unjukrasa mengecam tindakan represif aparat keamanan yang dialami jurnalis saat unjukrasa Komite Tani Menggugat yang diwarnai kericuhan di depan bundaran Kantor Pos Besar Jalan Balaikota Medan.

Dalam aksi Aliansi Jurnalis Bersatu di Bundaran Majestik Jalan Gatot Suboroto Medan Sabtu (14/4), dengan beragam poster dan orasinya, para jurnalis mendesak Pangdam I/BB mengusut tuntas perlakuan kasar aparat TNI yang mengawal unjukrasa saat kunjungan Wapres Boediono di Medan.

Boby Septian koordinator aksi Aliansi Jurnalis Bersatu mengatakan, tindakan represif aparat keamanan mencederai sedikitnya 3 orang jurnalis yang sedang bertugas dalam unjukrasa  yang dibubarkan paksa pada Jumat (13/4) sore tersebut.

“Kami menuntut Pangdam I/BB mengusut tuntas anggotanya yang telah mencederai jurnalis yang bertugas,” kata Boby.

Ia menuturkan, saat aparat membubarkan paksa demonstran yang sedang berorasi, tiga jurnalis turut mengalami luka-luka akibat perlakuan kasar aparat. Tuti Alawia juru kamera SCTV terkena pukulan di bibir serta luka di kaki kiri,kemudian Yudistira terkena pukulan di pelipis mata kanan dan

Ayat Sudrajat yang didorong hingga terjatuh dan kameranya juga tak luput dari pukulan. Atas kejadian tersebut, aparat keamanan diminta lebih menghargai tugas jurnalis.  “Kami minta meminta Pangdam I/BB untuk meminta maaf kepada seluruh jurnalis, atas kejadian ini,” tutur Boby.

Yudistira juru kamera Berita Satu TV mengatakan dirinya merasa kecewa atas arogansi aparat yang melakukan pengamanan aksi. “Mata saya bengkak terkena pukulan, kami sangat menyesalkan kejadian ini,” kata Yudistira.

Sekitar satu jam berorasi, para jurnalis membubarkan diri dengan tertib dalam aksi yang ditutup dengan doa bersama.

IKOHI Sumut Mengutuk

Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Sumatera Utara (Sumut) mengutuk kekerasan oleh aparat TNI terhadap rakyat pada 13 April 2012, saat kunjungan kerja (Kunker) Wakil Presiden (Wapres) Boediono ke Sumut. Kunker Wapres Juga dinilai tidak bermanfaat serta banyak menimbulkan masalah bagi pedagang kaki lima.

“Tidak hanya kemacetan dan hilangnya rezeki para pedagang kaki lima yang dirasakan oleh warga Sumut, pengawalan yang berlebihan seperti melibatkan TNI, selain tidak sedikit memakan biaya, ini juga menjadi situasi yang dianggap bentuk menakuti-nakuti rakyat,” tegas ketua IKOHI Sumut, Suwardi didampingi Sekertaris IKOHI Sumut, Astaman Hasibuan dalam siaran persnya kepada wartawan, Sabtu (14/4) di Medan.

Menurut Suwardi, pengawalan berlebihan saat kedatangan wakil presiden, menunjukkan betapa pemerintah curiga terhadap rakyat. Pengawalan yang melibatkan TNI adalah tindakan yang sangat disayangkan, apalagi TNI juga diduga sempat melakukan tindakan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa dan kepada para jurnalis. (iskandar z siahaan)

 

Ikohi: Rezim SBY-Boediono Makin Fasis

16/04/2012 – 21:10

MEDAN, RIMANEWS – Pada 13-14 April lalu, Wakil Presiden RI Boediono berkunjung Sumatera Utara. Namun kunjungan itu dinilai tidak memberikan manfaat bagi rakyat Sumut dan hanya menyusahkan masyarakat setempat karena pengawalan dan pengamanan yang dinilai terlalu berlebihan.

“Tanggal 13 April 2012 lalu, saat kunjungan Wapres ke Sumut, dianggap oleh masyarakat Sumut malah membuat masalah. Tidak hanya kemacetan dan hilangnya rezeki para pedagang kaki lima yang dirasakan oleh warga Sumut, pengawalan yang berlebihan seperti melibatkan TNI selain tidak sedikit memakan biaya, ini juga menjadi situasi yang dianggap bentuk menakuti-nakuti rakyat,” kata Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi) Sumut, Suwardi.

Ikohi yang beranggotakan korban pelanggaran HAM di Sumatera Utara mengutuk peristiwa kekerasan negara kepada rakyatnya. Menurut Suwardi, pengawalan berlebihan saat kedatangan Wapres dua hari lalu, menunjukkan betapa pemerintah curiga terhadap rakyatnya.

“Pengawalan yang melibatkan TNI adalah tindakan yang sangat disayangkan. Apalagi TNI juga diduga sempat melakukan tindakan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa dan kepada para jurnalis,” ungkapnya.

Suwardi menuturkan, keterlibatan TNI dalam melakukan pengamanan unjuk rasa akan mengembalikan eksistensi rezim orde baru dimana mereka (TNI) digunakan untuk menghadapi aksi rakyat dengan cara kekerasan. “Kenapa kedatangan wapres harus dikawal begitu ketat? Secara psikologis, ini adalah ketakutan yang berlebihan dari pemerintah kepada rakyatnya. Dan ketakutan tersebut pasti sangat beralasan,” bebernya.

Terhadap dugaan kekerasan yang dilakukan oleh TNI kepada para pengunjuk rasa dan jurnalis, Ikohi Sumut beserta seluruh korban di Sumatera Utara mengutuk tindakan tersebut. Dan diharapkan Presiden dan Panglima TNI meminta maaf kepada rakyat Sumut yang menjadi korban kekerasan.

“Jika Presiden dan Panglima TNI tidak peduli terhadap korban kekerasan, secara tidak langsung itu adalah bentuk pembiaran (omission) dan akan menjadi ‘bola salju’ bagi gerakan rakyat Sumut menentang tindakan semakin fasisnya rezim SBY-Boediono,” tandas Suwardi.[ach/waspada.com]

http://m.rimanews.com/read/20120416/60065/ikohi-rezim-sby-boediono-makin-fasis

 

Ikohi Sesalkan Tindakan Kekerasan TNI Sama Wartawan

Kategori: LAW – Dibaca: 6 kali

MEDAN | DNA-Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia Sumatera Utara (Ikohi Sumut) yang berangotakan korban pelanggaran HAM di Sumut menyataan kunjungan Wapres Boediono ke Sumut kemarin dianggap membuat masalah.

Sebab kedatangannya, bukan cuma membuat macat akan tetapi juga menghilangkan rezeki para pedagang kaki lima, pengawalan yang berlebihan melibatkan TNI selain tidak sedikit memakan biaya juga menjadi situasi yang dianggap bentuk menakuti-nakuti rakyat.

“Kedatangan Wapres tidak bermanfaat bagi rakyat Sumut,”ujar Hastaman Hasibuan, Sekretaris Ikohi Sumut.

Pengawalan berlebihan menunjukkan betapa pemerintah curiga terhadap rakyat. Pengawalan yang melibatkan TNI adalah tindakan yang sangat disayangkan, apalagi TNI sempat melakukan tindak kekerasan terhadap para pengunjuk rasa dan jurnalis.

“Keterlibatan TNI dalam melakukan pengamanan unjuk rasa akan mengembalikan eksistensi rezim orde baru dimana mereka digunakan untuk menghadapi aksi rakyat dengan cara kekerasan,” kata Suwardi, Ketua Ikohi Sumut.

Terhadap kekerasan yang dilakukan TNI kepada para pengunjuk rasa dan jurnalis, Ikohi Sumut beserta seluruh korban di Sumut mengutuk tindakan tersebut.

“Diharapkan Presiden dan Panglima TNI meminta maaf kepada rakyat Sumut yang menjadi korban kekerasan. Jika Presiden dan Panglima TNI tidak perduli terhadap korban kekerasan, secara tidak langsung itu adalah bentuk pembiaran (omission) dan akan menjadi bola salju bagi gerakan rakyat Sumut menentang tindakan semakin fasisnya rezim SBY-Boediono,” tegas Suwardi.(DNA|mdn|ams)

http://www.dnaberita.com/berita-60933-ikohi-sesalkan-tindakan-kekerasan-tni-sama-wartawan.html

 

Korban ’65 desak SBY minta maaf

Monday, 30 July 2012 07:12

MEDAN – Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi) Sumatera Utara bersama korban tragedi kemanusiaan 65 yang ada di Sumut, menagih janji Presiden SBY untuk meminta maaf kepada korban pelanggaran hak azasi manusia (HAM) berat, termasuk korban peristiwa tragedi kemanusiaan 65’.

“Selain adanya dugaan kuat telah terjadi kejahatan kemanusiaan, SBY juga pernah mewacanakan permintaan maaf kepada korban melalui watimpres beberapa bulan yang lalu,” kata Ketua Ikohi Sumut, Suwardi di Medan.

Suwardi menuturkan, permintaan maaf dan keseriusan SBY untuk menuntaskan peristiwa pelanggaran ham berat sangat dibutuhkan. “Sebagai kepala Negara sekaligus kepala Pemerintahan, ini sangat penting. Karena ini bukan hanya kebutuhan korban untuk mengakses haknya, akan tetapi kebutuhan sejarah bagi generasi yang akan datang,” ungkap Suwardi.

Pernyataan Ikohi Sumut tersebut menyikapi hasil rekomendasi Komnas HAM terkait dugaan peristiwa kejahatan kemanusiaan pada tragedi kemanusiaan 65’. Dimana hasil investigasi yang telah diumumkan oleh Komnas HAM pada pekan lalu, bukan hanya memberikan harapan bagi korban untuk mendapatkan haknya. Komnas HAM juga telah menemukan dugaan pelaggaran HAM berat yang terjadi. Dimana indikasi kuat kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat terjadi pada masa pemerintahan orde baru.

Selain merekomendasikan untuk menyelesaikan melalui proses judicial, Komnas HAM juga merekomendasikan penyelesaian melalui proses non-judisial.

Menurut Suwardi, sampai saat ini, belum ada satupun korban pelanggaran ham maupun keluarganya yang mendapatkan hak reparasi sebagaimana diatur dalam UU No 26 tahun 2000, tentang peradilan HAM. Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.

Dia menerangkan, penghukuman bagi pelaku merupakan bagian penting dari penuntasan peristiwa pelanggaran HAM. Namun, kecenderungan dan “patron” terhadap penuntutan pelaku kerap mengabaikan hak korban. Sehingga kekhawatiran pemenuhan hak korban jika menunggu proses pengadilan, selain memperlambat pemenuhan hak korban, beberapa pengalaman pengadilan yang ada pelaku pelanggaran HAM yang disidangkan melalui peradilan HAM tidak ada satu orang pun yang dihukum seperti peradilan HAM Timor-timur, Tanjung Priok, dan Abepura.

Walaupun pemerintah sudah mengeluarkan beberapa aturan perundang-undangan, mengenai hak reparasi (restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi) bagi korban pelanggaran HAM, akan tetapi ini bukan langkah mudah didapat oleh korban pelanggaran HAM.

http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=255487:korban-65-desak-sby-minta-maaf-&catid=15:sumut&Itemid=28

 

Kinerja Wisjnu Buruk Jadi Kapolda Sumut

Tribun Medan – Senin, 28 Mei 2012 22:44 WIB

Laporan Wartawan Tribun Medan / Feriansyah Nasution

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN – Gabungan beberapa elemen organisasi tergabung Forum Diskusi Pemantau Kinerja Polisi (FDPKP) Sumut, menilai Irjen Wisjnu Amat Sastro sebagai Kapolda Sumut yang mempunyai kinerja paling buruk sejak zaman Irjen Badroddin Haiti.

Koordinator FDPKP, Diah Susilowati, usai melakukan rapat dengan beberapa elemen yang tergabung dalam FDPKP mengatakan, rating Wisjnu yang paling buruk sejak tahun 2009 pasca tewasnya Ketua DPRD Sumut Almarhum H Aziz Angkat pada 3 Februari, empat tahun lalu.

“Kalau kita hitung-hitung ya, rating kinerja yang paling buruk Kapolda setelah Badroddin Haiti, ya kapolda yang sekarang (Wisjnu),” tegas Diah, Selasa (28/5/2012) petang, kepada wartawan usai rapat persiapan unjuk rasa ke Mapolda Sumut mendatang.

Diah mengaku, penilaian baik buruknya kinerja Irjen Wisnju Amat Sastro setelah menjabat sebagai Kapolda, dilihat dari upaya pendekatan polisi kepada masyarakat serta penyelesaian kasus-kasus yang merupakan amanah dari Undang Undang (UU) Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Sudah jelas tertuang dalam UU no 2 tahun 2002 tentang Polri yang mencakup Melindungi, Melayani dan Mengayomi, nah kalau polisi sekarang, lihat sendiri apakah mereka seperti amanah undang undang itu? kalian saja yang menilai bagaimana,” kata Diah.

Tidak hanya itu, kata Diah, dari beberapa kasus yang ditanganinya rating pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) paling banyak dilakukan oleh Wisnju Amat Sastro. “Terlepaslah dulu dari kasus apa ya, tetapi sejak dia menjabat sebagai kapolda bukannya menyelesaikan masalah, justru menimbulkan masalah baru, contohnya kasus yang sedang saya tangani Masyarakat adat Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI), berbeda sekali sewaktu Pak Nanan dan Pak Oegroseno yang memimpin,” ungkapnya tidak merinci, lantaran besok, akan mempertajam pernyataan sikap mereka.

Wakil Koordinator FDPKP, dari Lembaha Ikatan Orang Hilang Indonesia (Ikohi) Sumut, Adi, menambahkan, pihaknya akan melakukan aksi besar ke Polda Sumut untuk meminta Kapolri Jenderal Timur Pradopo segera menggantinya.

“Dalam waktu dekat, kami akan melakukan aksi besar besaran ke Polda Sumut,” tegasnya namun tak menyebut waktu pastinya.

“Banyak kasus belum terselesaikan, khususnya pelanggaran HAM yang justru dilakukan oleh polisi, seperti kasus petani Durin Tonggal dan Pancur Batu. Ini yang kita nilai kerjanya paling buruk,” katanya.

Sementara, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Raden Heru Prakoso yang dikonfirmasi Tribun terkait penilaian terhadap pimpinannya itu, enggan berkomentar banyak.

“Saya rasa tidak lah. Silahkan saja pandapat orang menilai. Tapi, karena ini menyangkut langsung kepemimpinan, lebih etisnya tidak ke saya,” ujar Heru menjawab Tribun .

(fer/tribun-medan.com)

Penulis : Feriansyah

Editor : Raden Armand Firdaus

Sumber : Tribun Medan

http://medan.tribunnews.com/2012/05/28/kinerja-wisjnu-buruk-jadi-kapolda-sumut

 

IKOHI: Kunjungan Wapres Tidak Bermanfaat Bagi Masyarakat

Written by Syafri Harahap on Monday, 16 April 2012 04:21

MEDAN (Waspada): Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Sumut menilai kunjungan Wapres Boediono ke Sumut tidak bermanfaat bagi masyarakat di daerah ini.  Sebaliknya, kunjungan tersebut menimulkan beragam masalah seperti kemacatan lalulintas dan hilangnya rezeki para pedagang kecil.

Selain itu, pengawalan yang berlebihan seperti melibatkan TNI, juga membutuhkan biaya. Bahkan, pengamanan seperti itu dianggap sebagai bentuk menakutnakuti rakyat.  “Pengawalan berlebihan saat kedatangan wakil presiden, menunjukkan betapa pemerintah curiga terhadap rakyat. Pengawalan yang melibatkan TNI adalah tindakan yang  sangat disayangkan. Apalagi sejumlah oknum TNI diduga sempat melakukan tindakan kekerasan terhadap para pengunjukrasa dan wartawan,” kata Ketua IKOHI Sumut Suwardi  didampingi sekretaris Astaman Hasibuan, Sabtu (14/4).

Menurut Suwardi, keterlibatan TNI dalam melakukan pengamanan unjukrasa akan mengembalikan eksistensi rezim Orde Baru, dimana TNI digunakan untuk menghadapi aksi rakyat  dengan cara kekerasan.

“Pertanyaan yang cukup menarik adalah kenapa kedatangan wapres harus dikawal begitu ketat? Secara psikologis, ini adalah ketakutan pemerintah yang berlebihan terhadap  rakyatnya. Dan ketakutan tersebut pasti sangat beralasan,” tambahnya.

Terkait kekerasan yang dilakukan oknum TNI terhadap para pengunjukrasa dan wartawan, IKOHI Sumut beserta seluruh korban di Sumatera Utara mengutuknya. Diharapkan  Presiden dan Panglima TNI meminta maaf kepada masyarakat Sumut yang menjadi korban tindak kekerasan.

“Jika Presiden dan Panglima TNI tidak peduli terhadap korban kekerasan, secara tidak langsung itu adalah bentuk pembiaran (omission) dan akan menjadi ‘bola salju’ bagi gerakan  rakyat Sumut menentang tindakan semakin fasisnya rezim SBYBoediono,” tegas Suwardi.

Minta maaf

Sementara itu, Komando Daerah Militer (Kodam) I/BB meminta maaf atas terjadinya aksi kekerasan terhadap wartawan. Hal ini disampaikan Kepala Penerangan Kodam  (Kapendam) I/BB Kolonel Kav. Halilintar Sembiring dan Asisten I Operasional Kodam I/BB Kolonel Kav Yotanabey secara terbuka, Sabtu (14/4) siang.

“Secara pribadi dan atas nama Kapendam, saya menyampaikan permintaan maaf kepada para korban. Saya berharap agar kerjasama yang sudah terjalin antara Kodam I/BB  dan pers tidak terputus akibat peristiwa ini. Segala tuntutan akan kami sampaikan dan Pangdam juga menyatakan minta maaf atas kejadian ini,” ujarnya.

Sementara itu, Asisten I Operasional Kodam I/BB Kolonel Kav. Yotanabey menyesalkan peristiwa tersebut. “Saya atas nama penanggungjawab di wilayah Medan, menyatakan  kejadian ini bukan faktor kesengajaan. Sebagai orang yang bertanggungjawab untuk wilayah Kota Medan, saya minta maaf. Marilah kita saling mengevaluasi dan saya siap  bertanggungjawab atas kejadian kemarin. Saya minta data dari wartawan agar saya dapat memberikan sanksi kepada prajurit yang melanggar tugas,” katanya. (h02)

http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=18438&catid=51&Itemid=206

 

Ikohi Sumut Kecewa pada Komnas HAM

Penulis : Aufrida Wismi Warastri | Jumat, 11 Mei 2012 | 16:41 WIB

MEDAN, KOMPAS.com – Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi) Sumut menyatakan kecewaan pada Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM).

Janji Komnas HAM untuk melakukan sidang paripurna, terkait penyelidikian peristiwa tahun 65, pada tanggal 8 Mei lalu tak terlaksana.

Ketua Ikohi Sumut, Suwardi, mengatakan, setidaknya Komnas HAM telah empat kali berjanji kepada korban, dan semuanya diingkari. “Sikap yang diperlihatkan Komnas HAM, membuat korban semakin tidak mendapat kejelasan dan kepastian proses pro yustisia yang dilakukan oleh Komnas HAM sejak tahun 2008,” kata Suwardi, dalam siaran persnya, Jumat (11/5/2012).

Ikohi justru menuding Komnas HAM dibentuk sebagai upaya untuk “mengkanalkan” kasus-kasus HAM agar tidak langsung mengarah kepada Presiden.

Tudingan itu berdasar pada dugaan kuat keterlibatan militer, baik langsung ataupun tidak langsung, pada tragedi pembunuhan massal tahun 1965-1966.

Sekretaris Ikohi, Astaman Hasibuan, menambahkan, dalam rapat Ikohi Sumut yang dilakukan pada 9 Mei 2012 di Sekretariat Ikohi Sumut, Jalan Brigjend Katamso Medan, para korban persitiwa tragedi kemanusiaan 65 menyatakan ada indikasi Orde Baru masih kuat di bawah kepemimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Sepertinya Presiden SBY sengaja membiarkan, agar para korban yang sudah tua meninggal dunia tanpa kejelasan dan pengungkapan kebenaran. Namun sekarang anak dan keluarga korban sudah tahu tentang sejarah, sehingga jika ini terus dibiarkan akan menjadi beban moral bangsa dan generasi penerus,” tutur Astaman.

“Kami berharap Presiden jujur, sehingga para korban 65 bisa tenang menjalani sisa hidupnya,” tutur Astaman.

http://regional.kompas.com/read/2012/05/11/16413943/Ikohi.Sumut.Kecewa.pada.Komnas.HAM

 

Kamis, 9 Februari 2012 | 15:31 WIB

Release IKOHI Sumut Ziarah di Kubur Korban yang Hampir Terlupakan

IKOHI Sumut – Suara Pembaca

 

Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Sumut adalah lembaga yang konsen terhadap isu pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu. Banyaknya kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang tidak terselesaikan mengakibatkan korban semakin “tersandera” oleh kondisi dalam menjalani kehidupan. Dalam berbagai kasus pelanggaran hak azasi manusia, negara seolah melakukan pembiaran (Ommision) terhadap peristiwa dan tidak pernah perduli terhadap korban.

Seperti kita ketahui bersama bahwa perjalanan bangsa Indonesia pernah diwarnai oleh potret buruk pelanggaran HAM. Selain peristiwanya sudah berlangsung lama, para saksi juga telah banyak yang meninggal. Ditengah politik HAM yang tidak pernah berpihak kepada korban, menyebabkan para korban peristiwa yang dikenal tragedi kemanusiaan 65’ hampir terlupakan.

Bersama dengan kerabat korban pembunuhan pada peristiwa 65’ diikuti sekitar 30 orang, pada tanggal 06 Februari 2012, sekitar pukul 10.00. wib, Ikohi Sumut melakukan ziarah bersama disalah satu perkebunan didaerah Labuhan Batu Utara (Labura) untuk mengenang dan berupaya tidak melupakan korban yang kebanyakan dibunuh dengan cara yang keji.

Selain kegiatan ini adalah bentuk aksi melawan lupa terhadap pelanggaran HAM masa lalu, ini juga sebagai pesan kepada Komnas HAM yang rekomendasinya akan ditunggu banyak para korban. Dimana Komnas HAM masih melakukan penyelidikan terkait kasus peristiwa 65” dan dalam waktu dekat akan mengeluarkan laporan terkait hal tersebut. Korban mengharapkan Komnas HAM berani memberikan pernyataan dan fakta yang sebenarnya, sehingga korban tidak dibiarkan.

Ziarah yang dilakukan disalah satu makam, menurut kerabat korban yang menurutnya dalam makan tersebut terdapat 7 (tujuh) orang didalamnya, juga diiringi dengan isak tangis kerabat korban yang mengetahui sosok korban yang dibunuh semasa hidup. Pak Syukur adalah salah satu penziarah yang tidak bisa menahan air matanya ketika beliau berkisah dan menabur bunga di makam para sahabatnya. (Lokasi makam tersebut masih sengaja tidak publikasikan).

Ziarah juga dilakukan disalah satu jembatan yang dikenal dengan nama Titi Panjang. Menurut saksi, bahwa jembatan tersebut adalah dimana puluhan korban dibunuh dengan cara yang keji dan dibuang kedalam sungai yang mengalir.

Para penziarah saat ini juga menjadi korban perampasan tanah yang tergabung dalam Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPHS). Perampasan tanah tersebut erat kaitannya dengan pembunuhan yang terjadi pada tahun 1965. Siapa saja yang melakukan perlawanan penggusuran akan mengalami pembunuhan dengan cara yang tidak manusiawi.

Dalam hal tersebut, Ikohi Sumut berharap Komnas HAM sungguh-sungguh dan berani bersikap terhadap fakta yang terjadi dan jangan mengorbankan korban lagi. Laporan Komnas HAM yang berani bicara fakta akan menjadi “pintu masuk” bagi korban untuk bisa mendapatkan haknya. Bukan hanya permintaan maaf negara (official) kepada para korban, pengungkapan kejadian sebenarnya dan paling penting adalah jaminan tidak terulang menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hak korban. (Rel/MS/Grev/Foto: Courtesy IKOHI Sumut saat ziarah di Titi Panjang, Panigoran, Labura Sumut)

Labuhan Batu Utara , 06 Februari 2012

IKOHI Sumut Suwardi (Ketua) Astaman Hasibuan (Sekretaris)

http://www.martabesumut.com/bacasuara-18-Release-IKOHI-Sumut–Ziarah-di-Kubur-Korban-yang-Hampir-Terlupakan.html

Tentang ikohisumut

IKOHI Sumatera Utara adalah organisasi para korban ketidak adilan yang sedang memperjuangkan pengakuan hak-hak korban berdasarkan pengakuan atas Hak Asasi Manusia (HAM).
Pos ini dipublikasikan di Opini. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar